PENGHUNI PERTAMA PULAU LOMBOK DAN KISAH 3 RAJA DI LOMBOK TIMUR DALAM CERITA
(DOYAN NADA)
ARTIKEL SOSIOLOGI SASTRA
PENGHUNI PERTAMA PULAU LOMBOK DAN
KISAH 3 RAJA DI LOMBOK TIMUR
DALAM CERITA (DOYAN NADA)
Oleh :
Misbahul Anwar
E1c 110 136
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2012
PENGHUNI PERTAMA PULAU LOMBOK DAN
KISAH 3 RAJA DI LOMBOK TIMUR
DALAM CERITA (DOYAN NADA)
ABSTRAK
Masalah
yang akan di bahas dalam artikel ini yaitu:
1) Bagaimana awal hidupnya Manusia di Lombok dan kisah 3
raja di Lombok Timur dalam cerita rakyat Doyan Nada di Lombok dan 2)
Bagaimna perjuangan ketiga raja sebelum menjadi seorang raja di daerah mereka
masing-masing adapun tujuan pembuatan artikel ini adalah untuk mendapat
gambaran mengenai: 1. Peran dewi Anjani
dalam cerita rakyat “Doyan
Nada” di Lombok Timur 2. Perjuanagan Doyan Nada yang di dzalimi oleh bapaknya dan
perjuangan Sigar Panjalin dan Tameng Muter dalam cerita rakyat “Doyan Nada” di Lombok timur.
Artikel
ini di buat tampa penelitian yang sangat ketat yang sebagaimana biasanya harus
dari penelitian yang membutuhkan waktu yang mukin sangat panjang sekali dan
membutuhkan dana yang cukup besar dalalam mencari informan, untuk mengetahui
lebih lanjut bagaimana bentuk dan jenis cerita tersebut di mata rakyat, saya
hanya menganalisis dari info yang saya denger di lingkungan saya sendiri yaitu
di daerah sembalun bumbung Lombok timur Indonesia. Info yang saya dapat dari beberapa tokoh adat
di sembalun dan internet dan Pengumpulan
data di gunakan teknik wawancara yang di
ikuti dengan kegiatan pencatatan (dokumentasi).
Hasil
penelitian menunjukan bahwa kejahatan orang tua Doyan Nada, dan peran Dewi Anjani, dalam cerita rakyat Doyan Nada dapat diklafikasikan menjadi
: 1) kekuatan Doyan Nada yang tiada banding dan 2) peran Dewi Anjani dalam
meciptakan pulau Lombok 3) kejahatan kepala suku Lombok, yakitu bapak Doyan
Nada 4) peran Tameng Muter, dan Sigar Panjalin yang ingin menjadi raja di pulau
Lombok.
Kata Kunci :
1. Peran Dewi Anjani
2. kejahatan kepala suku pada anaknya
3. Kekuatan Doyan Nada
4. pran Tameng Muter dan Sigar
Panjahitan
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kisah Doyan Nada merupakan salah
satu cerita rakyat yang cukup popular di daerah sembalun pada khususnya dan
Lombok timur dan daerah Sasak ini pada umumnya, Di tengah-tengah perkembangan
sastra indonesia moderen, maka sastera
daerah itu tidak boleh di pandang sebelah mata karena dalam sastera daerah
tersebut mengandung makna tersendiri bagi masarakat pemiliknya, khususnya masarakat Sasak, apalagi keberadaan sastra daerah tersebut telah di
bekukan bersama Cerita Rakyat daerah lain di seluruh wilayah nusantara
(indonesia). Dengan demikian cerita
Doyan Nada bisa di apresiasikan dan di baca oleh orang lain di luar Lombok atau
di dalam Lombok.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah dan asumsi di atas maka masalah yang hendak di ungkap dalam artikel ini, yakitu
1. Bagaimna awal terbentuknya pulau Lombok dan kisah 3 raja di Lombok timur dalam cerita rakyat Doyan Nada di Lombok..?
2. Bagaimana perjuangan ketiga raja sebelm menjadi seorang raja di daerah mereka masing-masing di Nusa Tengara Baret dalam cerita rakyat “Doyan Nada” di Lombok.
Sesuai dengan latar belakang masalah dan asumsi di atas maka masalah yang hendak di ungkap dalam artikel ini, yakitu
1. Bagaimna awal terbentuknya pulau Lombok dan kisah 3 raja di Lombok timur dalam cerita rakyat Doyan Nada di Lombok..?
2. Bagaimana perjuangan ketiga raja sebelm menjadi seorang raja di daerah mereka masing-masing di Nusa Tengara Baret dalam cerita rakyat “Doyan Nada” di Lombok.
C. Tujuan
Tujuan
dalam pembuatan artikel ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai:
Awal terbentuknya pulau Lombok dan kisah 3 raja di Lombok Timur dalam cerita rakyat “Doyan Nada” di Lombok.
Awal terbentuknya pulau Lombok dan kisah 3 raja di Lombok Timur dalam cerita rakyat “Doyan Nada” di Lombok.
D. Mamfaat
Mamfaat dalam memebuat artikel ini adalah untuk mendapatkan penjelasan
tentang:
I.
Mengungkapkan kebenaran dalam sejarah manusia di Lombok dalam cerita rakyat
“Doyan Nada” di Lombok.
II.
Mengungkap kebenaran cerita yang selama ini jadi buah bibir di masarakat
dalam cerita rakyat “Doyan Nada” di
Lombok.
III.
Mewujutkan peran aktif, melestarikan, mengembangkan, dan mengatulisasikan
peran Dewi Anjani yang terkandung dalam cerita “Doyan Nada” di Lombok kedalam kehidupan nyata.
IV.
Wujud perjuanagn Doyan Nada dan 2 temanya untuk menjadi raja di pulau
Lombok ini dalam cerita rakyat “Doyan Nada ” di Lombok.
V.
Kejahatan seorang ayah kepada anaknya dalam cerita rakyat “Doyan Nada” di
Lombok.
1. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Kegiatan setudi sastra lisan di Lombok (pada etnis sasak) telah di lakukan
oleh beberapa dosen dan beberapa peneliti, dan membuat buku atau artikel di
pulau Lombok ini, orang-orang tersebut iyalah: Mari’i (1997) mengenai Resepsi
Masarakat Lombok Terhadap Foklor Lisan
Sasak Lelakaq: Sapiin (1996) berjudul Setruktur dan Fungsi Lelakaq (Pantun
Sasak): Rohana dan Sudirman Wiliam (2000) mengenai fungsi dan tahayul sasak;
Lalu Wacana (1983) Nyle di Lombok; Efendi dan Rohana (2004) aspek social dalam
takhayul sasak.
Namun tentang artikel penghuni pertama pulau lombok dan kisah 3 raja di
lombok Timur, mungkin akan menjadi pertama kali di tulis kedalam sebuah
artilkel, memang sudah ada di buku Cerita Rakyat Nusantara namun tentang cerita
Doyan Nada dan saya mengakat kisah tersebut menjadi artikel. Dan saya akan
mengupas tentang seorang anak kepala suku di sebuah kampong yang sanagt kecil
di atas perbukitan Lombok, yang sangat doyan sekali makan, namun dalam
kesempatan ini saya akan membahas tentang beberapa hal yang mukin oranag-orang
sangat jarang sekali tau, apalagi pada zaman teknologi cangih seperti ini dan
saya memberinya judul penghuni pertama pulau lombok dan kisah 3 raja di lombok
Timur.
B. Aspek gener (Kekuatan Doyan Nada dan
dewi anjani) dalam sastra
Jenis kesenian dan cerita rakyat yang ada di Lombok memnag beragam-ragam
jenisnya dan berbagai macam ceritanya di tiap daerah yang ada di Lombok. Sasak memiliki cerita rakyat yang berbeda-beda seperti
Lombok timur memiliki cerita tentang Doyan Nada seorang raja di Selaparang.
Sastra lisan (khususnya di Lombok)
yang telah di bukukan oleh M.B Rahimsyah dalam bentuk bunga ramapai bersama
dalam satu buku dengan cerita rakyat Nusantara lainya dan diterbitkan oleh
Geresida Prsess dengan judul Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara, yang apabila dikaji dari aspek
gender maka di dalamnya jugak
terkandung nilai Tiga Raja Lombok Timur
dan Peran Dewi Anjani yang tercermin dalam kehidupan tokoh-tokoh utamanya.
Pada buku tersebut, cerita suku sasak diwakili oleh cerita berjudul Kisah
Cilinaya dan Doyan Nada yang dalam buku tersebut diceritakan kembali pada
halamn 141-146 dan 153-154 sastra lisan Lombok yang telah di bukukan oleh M.B.
dan dapat kita lihat bahwa cerita rakyat nusantara seperti yang sudah tertera
di atas, tidak bisa lagi untuk di kopy
past, apalagi untuk menjadi pencipta cerita tersebut atau untuk di miliki
daerah lain seperti Malasiya yang suka mengaku-ngaku kebudayaan Indonesia.
Sehiga akan terkuak detail bentuk peran
dan kedudukan Tiga Raja Lombok Timur dan Peran Dewi Anjani di pulau Lombok.
C. Cerita rakyat (foklor lisan)
Wiliam R. Basccos (Dalam Danandjaya, 1991:
50) menjelaskan bahwa cerita
rakyat adalah foklor lisan yang
berbebtuk perosa, disampikan secara lisan dengan tutur kata dan di yakini oleh masyarakt pemiliknya
secara turun-teemurun, Selanjutnya, jugak dikatakan bahwa cerita perosa rakyat
dapat dibagi menjadi tiga golongan besar yaitu mite (myte), legenda (legend),
dan dongeng (folktale)
2. METODE PENELITIAN
A. Pemilihan lokasi penelitian
Info atau cerita yang saya dapat
bukan dari penelitian namun dari mulut kemulut ibuk, bapak, keluarga, tetangga
dan penduduk Sembalun, yang sering menceritakan tentang Kisah Doyan Nada di
masa saya kanak-kanak, cerita ini pengantar tidur bagi anak-anak Lombok Timur
dan Sembalun pada khususnya dan di saat saya besar seperti sekarang ini saya
mencari tentang kebenaran cerita atau dongeng pada masa kecil saya itu, saya
mencarinya di beberapa Media seperti Internet dan beberapa buku seperti
Kumpulan Cerita Rakyat Nusan Tara.
Dan saya mendapatkan fakta ternyata cerita tersebut bukan hanya cerita
rakyat Sembalun saja namun cerita rakyat Lombok Timur bahkan daerah Sasak ini memiliki cerita tersebut.
Dan saya mengumpulkan info-info atau cerita yang saya dengar dari masa kecil
saya dan dari internet dan buku, saya membuat artikel ini melalui info
tersebut.
B. Fenentuan Informan
Dalam tugas artikel ini, informen di tentukan berdasarkan ingatan masalalu
dan beberapa buku dan internet, namun tidak sampai disitu saja saya selaku penulis
tugas artikel ini masih saja mencari informasi tentang adanya manusia pertama
kali di Lombok ini dan tentang ceritanya Doyan Nada yang ada di Lombok ini,
oleh karana itu saya berani mengangkat judul ini karna saya sudah mendengar
cerita tersebut dari masa sya
kanak-kanak sapai saya dewasa ini, saya masih mencari tentang kebenaran
cerita rakyat tersebut.
Dan ternyata bener adanya bahwa ada cerita tersebut di pulau Lombok ini
bukan bohong belaka namun telah di bukukan dan di masukan ke media internet,
untuk menjadi bukti bahwa adanya cerita tersebut.
C. Teknik pengumpulan
Tekhnik yang digunakan dalam pengumpulan data membuat tugas artikel ini,
demgan cara mengingat masakecil dan menanyakannya kembali kepada ibuk dan bapak
saya, dan saya catet mengunakan buku tulis dan saya rekam mengunakan henpone.
D. Teknik analisa data
Setelah pengumpulan data, dilakukan upaya penyimpulan atas analisis
kualitatif atau nonstatistik berdasarkan pengingatan dan penelusuran
berulang-ulang seperti yang di rekomendasikan geertz (1982: 99-100). Di samping
itu, dalam tugas artikel ini juga di gunakan pendekatan gender analyisis yaitu melihat peran dewi anjani dan tiga raja di
Lombok Timur dalam cerita rakyat nusantara.
Selanjutnya dalam tugas artikel ini juga digunakan pendekatan yang
bersifat dekritif dalam bentuk uraian dari umum ke khusus menuju suatu
kesimpulan terhadap hasil penelitian (Nazir,1988;63) dan pengingatan memori
masa kecil seperi bernostalgiya dan
menayakan kepada orang tua dan beberapa tokoh adat yang ada di Sembalun
Lombok Timur.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Peran Dewi Anjani Dalam Cerita Rakyat Doyan Nada
Peran Dewi Anjani di dalam
mewujutkan amanat kakeknya yang menginginkan manusia untuk hidup di pulau
Lombok ini, supaya tidak menjadi hutan belantara dan kotor di ujutkanya,
tetaapi butuh waktu yang cukup lama untuk meujutkan kemauan kakeknya itu dan
pemikiran yang cukup lama, Dewi Anjani berpikir jikalau pulau ini di huni
manusia apa tidak akan mencemarkan dan akan membuat pulau ini terkena Musibah,
namun karena peringatan dari Pengawal dan banyak tokoh-tokoh lainya membuat
hati Dewi Anjani pun terbuka untuk mengisi Pulau Lombok ini dengan Manusia. Hal
itu, bisa di cermati dari pada kutipan
berikut ini.
Alkisah, saat belum mempunyai nama, Pulau Lombok masih berupa perbukitan
yang dipenuhi hutan belantara dan belum dihuni manusia. Pulau ini hanya dihuni
oleh ratu jin yang bernama Dewi Anjani didampingi seorang patih bernama Patih
Songan. Dewi Anjani mempunyai banyak prajurit dari bangsa jin dan seekor burung
peliharaan yang bernama Beberi. Burung itu berparuh perak dan berkuku baja yang
sangat tajam. Dewi Anjani beserta para pengikutnya tinggal di puncak Gunung
Anjani yang terdapat di pulau itu di daerah sembalun
Suatu hari, sepulang dari berkeliling mengitari seluruh daratan Pulau
Lombok, Patih Songan datang menghadap kepada Dewi Anjani. “Ampun, Tuan Putri! Izinkanlah hamba untuk
menyampaikan sesuatu,” kata Patih Songan sambil memberi hormat.
“Kabar apa yang hendak kamu sampaikan, Patih? Katakanlah!” seru Dewi
Anjani.
“Begini, Tuan Putri. Hamba baru saja selesai mengelilingi pulau ini. Hamba
melihat pulau ini semakin penuh dengan pepohonan. Maka itu, Hamba menyarankan
agar Tuan Putri segera memenuhi pesan kakek Tuan Putri untuk mengisi pulau ini
dengan manusia,” ungkap Patih Sangon.
Setelah itu Dewi Anjani mengutus para perajurintnya untuk menjadikan
kaumnya menjdi manusia dan membuatkannya sebuah perkampungan lengkap dengan
sawah dan rumah tempat mereka bersingah dan hidup selayaknya manusia, dibutlah
jin menjadi manusia, jin tersebuat termasuk ayahnya Doyan Nada, yang menjabat
sebagai kepala suku di kampong tersebut. Hal itu, bisa di cermati dari pada kutipan berikut
ini.
Setelah itu, Dewi Anjani segera mengubah sepuluh pasang suami istri dari
prajuritnya menjadi manusia dan salah seorang di antaranya dijadikan sebagai
kepala suku. Kesepuluh pasangan suami istri tersebut kemudian menetap di daerah
itu dan hidup sebagai petani.
B. Kejehatan Kepala Suku Pada Anaknya
Isteri sang kepala suku pun hamil dan melahirkan
seorang anak yang bernama Doyan Nada, namun sang anak sangt doyan makn dan
menghabiskan semua panenya sehingga membuat sang ayah marah dan merasa di
rugikan mempunyai anak yang selalu memebutuhkan bnyak untuk makanya,
Membuat pikiran picik sang ayah, sang ayahpun mencoba
untuk memebunuh Doyan Nada dengan berbagai cara di lakukan demi membunuh
anaknya tersebut, namun Dewi Anjani selalu ada untuk membantu sang Doyan
Nada, sang anak mati suri 3 kali oleh
sang ayah, tetapi dia selalu hidu, di hidpkan oleh Dewi Anjani. Beberapa
kutipan dari cerita rakyat Dayan Nada sebagi berikut.
Sang istri tidak bisa berbuat apa-apa kecuali pasrah setelah mendengar
penjelasan suaminya. Sementara itu, sang kepala suku segera menyusun rencana
untuk menghabisi nyawa Doyan Nada. Pada esok harinya, ia mengajak anaknya ke
hutan untuk menebang pohon besar. Tanpa merasa curiga sedikit pun, Doyan Nada
menuruti saja ajakan sang ayah.
Setibanya di hutan, sang ayah memilih pohon yang paling besar dan segera
menebangnya. Dengan sengaja ia mengarahkan pohon besar itu roboh ke tempat
Doyan Nada berdiri. Begitu roboh, pohon besar itu menindih tubuh Doyan Nada
hingga tewas seketika. Melihat anaknya tidak bernyawa lagi, sang ayah segera
meninggalkan tempat itu.
Rupanya, Dewi Anjani menyaksikan semua peristiwa tersebut dari puncak
Gunung Anjani.
“Beberi, cepat percikkan banyu urip (air hidup) ke tubuh Doyan Nada!” seru
Dewi Anjani kepada burung peliharaannya.
C. Kekuatan Doyan Nada Dalam Cerita Rakyat Nusantara Doyan Nada
Doyan Nada adalah seorang
anak kepala suku
di daerah selaparang
Lombok Timur Nusa Tengara Barat
Indonesia, dia sangat kuat dan sangat doyan makan seberapapun banyak makanan
akan habis bila di depanya, maka dari itulah dia memiliki nama Doyan Nada dan
memiliki tubuh yang sangat kekar dan sangat kuat.
Siapapun musuhnya akan takluk kalok bertemu denganya, seorang butu ijo pun
pernah di taklukanya, dikala itu dia sedang mengebara karna di usir orang
tuanya yang sudah tidak mampu untuk memberinya makanan. Hal itu, bisa di cermati
dari pada kutipan berikut ini.
“Berhenti, hai
raksasa tengik!” seru Doyan Nada, “Kembalikan dendeng yang kamu curi itu!”
“Hai, anak manusia! Menyingkirlah dari hadapanku, atau kamu akan kujadikan mangsaku!”
ancam Limandaru.
“Aku tidak akan menyingkir sebelum kau serahkan dendeng itu kepadaku,” kata
Doyan Nada.
Merasa ditantang, Limandaru menjadi marah dan langsung menyerang Doyan
Nada. Tanpa diduga, ternyata anak kecil yang dihadapinya adalah seorang sakti
mandraguna. Serangannya yang datang secara bertubi-tubi dapat dihindari oleh
anak kecil itu dengan mudah. Karena kesal, Limandaru terus menyerang Doyan Nada
dengan cara membabi buta. Namun begitu ia lengah, tiba-tiba sebuah tendangan
keras dari Doyan Nada mendarat tepat di lambungnya. Tubuhnya yang besar itu pun
terpelanting jauh dan terjatuh di tanah hingga tidak sadarkan diri.
D. Pran Tameng Muter dan Sigar Panjahitan
Tameng Muter
banyak
orang yang berlomba-lomba untuk menjadi raja di pulau Lombok ini Tameng Muter
termasuk orang yang ingin mempunyai kekuasaan di pulau Lombok ini, sangking
ingnya menjadi raja di pulau ini dia bertapa selama 10 tahun, namun ahirnya
terkabul setelah bertemu dengan seorang pengembara yakitu Doyan Nada dan dia
pun menjadi raja di pejangik Lombok Timur.
Hal itu, bisa di cermati dari
kutipan berikut ini.
Suatu hari, ketika melewati sebuah hutan lebat, Doyan Nada dikejutkan oleh
suara orang berteriak meminta tolong. Ia pun segera menolongnya. Rupanya, orang
itu adalah seorang pertapa yang terlilit oleh akar beringin. Pertapa yang
bernama Tameng Muter itu kemudian bercerita kepada Doyan bahwa dirinya sudah
sepuluh tahun bertapa karena ingin menjadi raja di pulau itu. Akhirnya, mereka
pun menjadi sahabat dan pergi mengembara tanpa arah dan tujuan.
Singar
Panjahitan
Dia
adah seorang pengelana namun sama tujuanya dengan Tameng Muter ingin menjadi raja di pulau
Lombok ini, dia jugak betapa, namun dia bertapa cukup lama lebih lama dari pada
Tameng.
Panjahitan
bertapa selama 12 tahun tetapi blm jugak menjadai raja, perjalanan hidupnya
hamper sama dengan tameng, tetapi setelah bertemu dengan seorang pengelana yatu
Doyan Nada. Diapun menjadi raja di daerah sembalun Lombok Timur. Berikut
beberapa kutipan yang bisa di cermati.
Dalam perjalanan mereka menemukan seorang pertapa yang dililit oleh akar
beringin yang sangat besar. Pertapa yang bernama Sigar Penjalin itu sudah dua
belas tahun bertapa karena ingin juga menjadi raja di Pulau Lombok. Akhirnya,
ketiga orang tersebut bersahabat dan pergi mengembara bersama-sama.
Doyan Nada,
Tameng muter dan Sangar Pajahitan
Ketiga
orang ini menjadi sahabat dan mereka menemukan bidadri di dalam gua dan
dinikahi dan ketiga sahabt ini menjadi raja di desa yang merka inginkan, yaitu
desa-desa Selaparang, Sembalun dan pejangik. berikut beberapa cuplikan
tersebut.
Doyan Nada bersama kedua sahabatnya masuk ke dalam gua. Betapa terkejutnya
mereka ketika mendapati tiga orang putri cantik yang menjadi tawanan Limandaru.
Ketiga putri tersebut adalah putri dari Madura, Majapahit, dan Mataram.
Akhirnya, Doyan Nada menikahi putri dari Majapahit, Tameng Muter menikahi putri
dari Mataram, dan Sigar Penjalin menikahi putri dari Madura.
Setelah itu, ketiga sahabat tersebut masing-masing mendirikan kerajaan di
pulau tersebut. Doyan Nada mendirikan kerajaan di Selaparang tempat
kelahirannya, Tameng Muter mendirikan kerajaan di Penjanggi, sedangkan Sigar
Penjalin mendirikan kerajaan di Sembalun. Mereka mempimpin kerajaan
masing-masing dengan arif dan bijaksana.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Dewi Anjani adalah seorang dewi yang
memiliki hati yang sangat mulia dan dia adalah satu-satunya putri yang menjabat
sebagai futri kerajaan yang ada di gunung Rinjani mukin dia masih hidup sampai
sekarang, banyak orang yang pernah melihatnya tapi aku ngak tau bener atau
tidaknya.
Dan doyan nada seorang peria sejati dan selalu tegar menghadapi segala
cobaan dari yang maha kuasa. Namun dengan ketulusan hati menjalani hidup dan
cobaan dari Allah dia berhasil menjadi seorang raja dan kedua temanya. Mereka
menikah dengan Futri-futi raja dari berbagai kerajaan di Nusan Tengara ini
dalam Cerita Rakyat Nusantara di Lombok.
B. Saran
Kita
sebagai masarakat pennghuni pulau ini dan pemerintah, seharusnya menjaga semua
kariya dan budaya yang ada di pulau ini dan di aflikasikan kepada masarakat
supaya tetap terjaga kelestraianya.
Budaya sasak mulai sedikit demi sedikit sudah punah karena tidak ada
perhatian dan kesadaran kita dan pemerintah untuk melestarikan budaya sasak di
semua daerah di Lombok ini.
DAFTAR PUSTAKA
Intiana, Siti Rohana Hariana. Dan Sudirman William. 2001. Struktur dan Fungsi Takhayul
Sasak. Mataram: FKIP Unram.
Wacana, Lalu. 1983, Nyale di Lombok. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan dan
Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Danandjaya,James. 1984. Foklor Indonesia. Jakarta: PT Grafiti Pers.
Sapiin dkk. 1997. Struktur
dan Fungsi Lelakaq dalam Masarakat Sasak di Lombok. Mataram : FKIP
Universitas Mataram
Nazir, Moh.1988. Metode
Penuliasan Artikel. Jakarta: Ghlia Indonesia.
Rahimsyah. M.B. 2004. Kumpulan Cerita Rakyat
Nusantara. Solo:
Greisinda press.
Greisinda press.
KISAH DOYAN NADA
Doyan Nada adalah putra seorang kepala
suku di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Sejak kecil, ia memiliki
tabiat yang kurang disukai oleh ayahnya yaitu sangat kuat makan. Oleh karena
tidak sanggup lagi memberinya makan, sang ayah pun berniat untuk
membinasakannya. Bagaimana nasib Doyan Nada selanjutnya? Ikuti kisahnya dalam
cerita Doyan Nada berikut ini!
Alkisah, saat
belum mempunyai nama, Pulau Lombok masih berupa perbukitan yang dipenuhi hutan
belantara dan belum dihuni manusia. Pulau ini hanya dihuni oleh ratu jin yang
bernama Dewi Anjani didampingi seorang patih bernama Patih Songan. Dewi Anjani
mempunyai banyak prajurit dari bangsa jin dan seekor burung peliharaan yang
bernama Beberi. Burung itu berparuh perak dan berkuku baja yang sangat tajam.
Dewi Anjani beserta para pengikutnya tinggal di puncak Gunung Rinjani yang
terdapat di pulau itu di daerah sembalun.
Suatu hari,
sepulang dari berkeliling mengitari seluruh daratan Pulau Lombok, Patih Songan
datang menghadap kepada Dewi Anjani.
“Ampun, Tuan Putri! Izinkanlah hamba untuk
menyampaikan sesuatu,” kata Patih Songan sambil memberi hormat.
“Kabar apa yang hendak kamu sampaikan, Patih? Katakanlah!”
seru Dewi Anjani.
“Begini, Tuan Putri. Hamba baru saja selesai
mengelilingi pulau ini. Hamba melihat pulau ini semakin penuh dengan pepohonan.
Maka itu, Hamba menyarankan agar Tuan Putri segera memenuhi pesan kakek Tuan
Putri untuk mengisi pulau ini dengan manusia,” ungkap Patih Sangon.
“Oh, iya, terima kasih Patih telah mengingatkanku
mengenai amanat itu,” ucap Dewi Anjani, “Baiklah kalau begitu, besok temani aku
untuk mencari tempat yang cocok dijadikan lahan pertanian oleh manusia yang
akan menghuni pulau ini!”
“Baik, Tuan Putri!” jawab Patih Sangon.
Keesokan hari,
Dewi Anjani bersama Patih Songan dan Beberi menjelajahi seluruh wilayah daratan
pulau tersebut. Setelah menemukan tempat yang cocok, Dewi Anjani segera
memerintahkan Beberi untuk menebang pepohonan yang tumbuh sesak dan
berdesak-desakan di sekitar tempat itu.
Beberi pun
segera melaksanakan perintah tuannya. Dengan paruh dan kukunya yang tajam, ia
mampu menyelesaikan tugas itu dengan mudah. Setelah itu, Dewi Anjani segera
mengubah sepuluh pasang suami istri dari prajuritnya menjadi manusia dan salah
seorang di antaranya dijadikan sebagai kepala suku. Kesepuluh pasangan suami
istri tersebut kemudian menetap di daerah itu dan hidup sebagai petani.
Setelah
beberapa lama menetap di sana, istri sang kepala suku melahirkan seorang bayi
laki-laki yang ajaib. Begitu terlahir ke dunia, ia langsung dapat berjalan dan
berbicara, serta dapat menyuapi dirinya sendiri. Selain itu, bayi ajaib itu
sangat kuat makan. Sekali makan, ia dapat menghabiskan dua bakul nasi beserta
lauknya. Maka sebab itulah, kedua orang tua dan orang-orang memanggilnya Doyan
Nada. Dalam bahasa setempat, kata Doyan Nada merupakan julukan yang biasa
diberikan kepada orang yang kuat makan.
Semakin besar
Doyan Nada semakin kuat makan sehingga kedua orang tuanya tidak sanggup lagi
memberinya makan. Oleh karena itu, sang ayah berniat untuk menyingkirkannya.
“Bu, anak kita harus segera disingkirkan dari rumah
ini. Jika tidak, kita akan mati kelaparan,” kata kelapa suku.
“Tapi, Yah. Bukankah Doyan Nada anak kita
satu-satunya?”
“Iya, Ibu benar. Tapi, hanya inilah satu-satunya cara
untuk menyelamatkan hidup kita,” jawab sang kepala suku.
Sang istri
tidak bisa berbuat apa-apa kecuali pasrah setelah mendengar penjelasan
suaminya. Sementara itu, sang kepala suku segera menyusun rencana untuk
menghabisi nyawa Doyan Nada. Pada esok harinya, ia mengajak anaknya ke hutan
untuk menebang pohon besar. Tanpa merasa curiga sedikit pun, Doyan Nada
menuruti saja ajakan sang ayah.
Setibanya di hutan,
sang ayah memilih pohon yang paling besar dan segera menebangnya. Dengan
sengaja ia mengarahkan pohon besar itu roboh ke tempat Doyan Nada berdiri.
Begitu roboh, pohon besar itu menindih tubuh Doyan Nada hingga tewas seketika.
Melihat anaknya tidak bernyawa lagi, sang ayah segera meninggalkan tempat itu.
Rupanya, Dewi
Anjani menyaksikan semua peristiwa tersebut dari puncak Gunung Rinjani.
“Beberi, cepat percikkan banyu urip (air hidup) ke
tubuh Doyan Nada!” seru Dewi Anjani kepada burung peliharaannya.
Mendengar
perintah tuannya, Beberi segera terbang melesat menuju ke tempat Doyan Nada
tertindih pohon besar dengan membawa banyu urip. Konon, banyu urip itu
berkhasiat untuk menghidupkan kembali orang yang telah meninggal. Setelah banyu
urip itu dipercikkan ke seluruh tubuhnya, Doyan Nada pun hidup kembali. Begitu
sadar, ia langsung berteriak memanggil ayahnya.
“Ayah… Ayah… tolong aku! Pohon besar ini menindih
tubuhku!”
Beberapa kali
Doyan Nada berteriak, namun tidak ada jawaban. Akhirnya, ia mencoba untuk
melepaskan tubuhnya dari tindihan kayu besar itu. Semula, ia mengira bahwa
dirinya tidak akan mungkin mampu menggerakkannya. Namun tanpa diduga, ia dapat
melakukannya dengan mudah. Ternyata, Dewi Anjani telah memberikan kekuatan yang
luar biasa kepadanya.
Setelah
terbebas, Doyan Nada kemudian membawa pulang kayu besar itu dan meletakkannya
di depan rumah.
“Ayah… Ibu… aku pulang!” teriaknya, “Kayu yang Ayah
tebang tadi aku letakkan di sini.”
Mendengar
teriakan itu, sang ayah segera berlari keluar rumah. Alangkah terkejutnya ia
ketika melihat Doyan Nada masih hidup. Lebih terkejut lagi ketika ia mengetahui
anaknya itu mampu mengangkat sebuah kayu besar.
“Ayah, kenapa Ayah meninggalkanku seorang diri di
tengah hutan?” tanya Doyan Nada.
Sang ayah tidak langsung menjawab. Ia berpikir sejenak
untuk mencari-cari alasan agar niat jeleknya tidak diketahui oleh Doyan Nada.
“Maafkan Ayah, Nak! Ayah tidak bermaksud
meninggalkanmu. Tadi Ayah mengira kamu sudah meninggal. Ayah sudah berusaha
untuk menolongmu, tapi Ayah tidak kuat mengangkat kayu besar yang menindihmu
itu,” jawab sang ayah dengan penuh alasan.
Doyan Nada
langsung percaya saja pada kata-kata ayahnya. Ia kemudian masuk ke dalam rumah
untuk mencari makanan karena sudah kelaparan. Nasi dua bakul beserta lauk yang
telah dihindangkan untuk makan siang mereka bertiga habis semua dilahapnya.
Sang ayah semakin kesal melihat perilaku Doyan Nada. Ia pun mencari cara lain
untuk membinasakannya.
Keesokan hari,
sang ayah mengajak anaknya untuk memancing ikan di sebuah lubuk yang besar dan
dalam. Ketika Doyan Nada sedang asyik memancing, diam-diam sang ayah mendorong
sebuah batu besar yang berada di belakang Doyan Nada. Batu besar itu menindih
tubuh Doyan Nada hingga tewas seketika. Dewi Anjani yang melihat peristiwa
tersebut kembali menolongnya hingga ia dapat hidup kembali.
Ketika sadar,
Doyan Nada tidak melihat lagi ayahnya sedang memancing di lubuk itu. Sejak
itulah, ia mulai curiga kepada ayahnya yang sengaja untuk mencelakai dirinya.
Dengan perasaan kesal, ia membawa pulang batu besar itu. Sesampai di halaman
rumah, dibantinglah batu besar itu di hadapan ayahnya. Konon, sejak itu,
kampung Doyan Nada kemudian dinamakan Sela Parang. Kata sela berarti batu,
sedangkan kata parang berarti besar atau kasar.
Meskipun niat
jeleknya telah diketahui Doyan Nada, sang ayah tetap saja berniat untuk
menghabisi nyawa anaknya itu dengan berbagai cara. Sementara itu, sang ibu yang
tidak tahan lagi melihat kelakuan suaminya menganjurkan anak semata wayangnya
itu untuk pergi mengembara. Doyan Nada pun menuruti nasehat ibunya. Dengan
bekal dendeng secukupnya, ia pergi mengembara dengan menyusuri hutan belantara
tanpa arah dan tujuan.
Suatu hari,
ketika melewati sebuah hutan lebat, Doyan Nada dikejutkan oleh suara orang
berteriak meminta tolong. Ia pun segera menolongnya. Rupanya, orang itu adalah
seorang pertapa yang terlilit oleh akar beringin. Pertapa yang bernama Tameng
Muter itu kemudian bercerita kepada Doyan bahwa dirinya sudah sepuluh tahun
bertapa karena ingin menjadi raja di pulau itu. Akhirnya, mereka pun menjadi
sahabat dan pergi mengembara tanpa arah dan tujuan.
Dalam perjalanan mereka menemukan seorang pertapa yang
dililit oleh akar beringin yang sangat besar. Pertapa yang bernama Sigar
Penjalin itu sudah dua belas tahun bertapa karena ingin juga menjadi raja di
Pulau Lombok. Akhirnya, ketiga orang tersebut bersahabat dan pergi mengembara
bersama-sama.
Pada suatu siang, mereka sedang beristirahat di bawah
sebuah pohon rindang di tengah hutan. Ketika mereka sedang tertidur pulas,
sesosok raksasa yang bernama Limandaru mendekati mereka. Raksasa itu hendak
mencuri dendeng bekal Doyan Nada. Setelah mengambil dendeng itu, Limandaru
segera melarikan diri. Namun, suara langkah kakinya yang keras membangunkan
ketiga orang sahabat tersebut. Doyan Nada dan kedua sahabatnya segera mengejar
raksasa itu hingga ke tempat persembunyiannya di sebuah gua di daerah Sekaroh.
Ketika Limandaru hendak masuk ke dalam gua, Doyan Nada
segera mencegatnya.
“Berhenti, hai raksasa tengik!” seru Doyan Nada,
“Kembalikan dendeng yang kamu curi itu!”
“Hai, anak manusia! Menyingkirlah dari hadapanku, atau
kamu akan kujadikan mangsaku!” ancam Limandaru.
“Aku tidak akan menyingkir sebelum kau serahkan
dendeng itu kepadaku,” kata Doyan Nada.
Merasa ditantang, Limandaru menjadi
marah dan langsung menyerang Doyan Nada. Tanpa diduga, ternyata anak kecil yang
dihadapinya adalah seorang sakti mandraguna. Serangannya yang datang secara
bertubi-tubi dapat dihindari oleh anak kecil itu dengan mudah. Karena kesal,
Limandaru terus menyerang Doyan Nada dengan cara membabi buta. Namun begitu ia
lengah, tiba-tiba sebuah tendangan keras dari Doyan Nada mendarat tepat di
lambungnya. Tubuhnya yang besar itu pun terpelanting jauh dan terjatuh di tanah
hingga tidak sadarkan diri.
Melihat Limandaru tidak bernyawa lagi,
Doyan Nada bersama kedua sahabatnya masuk ke dalam gua. Betapa terkejutnya
mereka ketika mendapati tiga orang putri cantik yang menjadi tawanan Limandaru.
Ketiga putri tersebut adalah putri dari Madura, Majapahit, dan Mataram.
Akhirnya, Doyan Nada menikahi putri dari Majapahit, Tameng Muter menikahi putri
dari Mataram, dan Sigar Penjalin menikahi putri dari Madura.
Setelah itu, ketiga sahabat tersebut masing-masing
mendirikan kerajaan di pulau tersebut. Doyan Nada mendirikan kerajaan di
Selaparang tempat kelahirannya, Tameng Muter mendirikan kerajaan di Penjanggi,
sedangkan Sigar Penjalin mendirikan kerajaan di Sembalun. Mereka mempimpin
kerajaan masing-masing dengan arif dan bijaksana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar